perumpamaan talenta

Iman yang Berani Mengambil Risiko

Sabtu, 30 Agustus 2025, Sabtu Pekan Biasa XXI
Bacaan: 1Tes. 4:9-11Mzm. 98:1,7-8,9Mat. 25:14-30.

“Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka… masing-masing menurut kesanggupannya.” [Mat 25: 14. 15b].

Sejak tanggal 16 Agustus 2025 yang lalu, jaringan internet di Papua Selatan terganggu, akibat putusnya kabel bawah laut ruas Sorong – Merauke. Selain banyak orang yang protes terhadap PT Telkom Indonesia, karena kejadian serupa terulang hampir setiap tahun, banyak pula orang atau instansi yang kemudian berlangganan Starlink, sebuah konstelasi internet satelit yang dioperasikan oleh Starlink Services, LLC, sebuah penyedia layanan telekomunikasi internasional yang merupakan anak perusahaan sepenuhnya milik perusahaan aerospace Amerika Serikat, SpaceX. Banyak pula yang kemudian “menimba cuan” dari Starlink. Untunglah masih ada Starlink, sehingga tidak terputus sama sekali dari Internet, sebuah kebutuhan yang sudah menjadi bagian dari hidup sehari-hari.

Kita renungkan hari ini Perumpamaan tentang Talenta (Mat 25:14-30), di mana Yesus memberikan tantangan sekaligus peringatan. Fokusnya tertuju pada “hamba yang tidak berguna,” yaitu hamba yang mengubur talenta yang diterimanya. Hamba ini mewakili para Ahli Taurat dan Farisi, dengan keinginan mereka yang kaku untuk “menjaga segala sesuatu tetap sama seperti semula” telah membekukan kebenaran hidup Allah. Pikiran mereka yang tertutup menolak pertumbuhan, perubahan, atau gerakan baru Roh Kudus.

Allah tidak memberikan kita karunia untuk disimpan rapat-rapat. Ia mempercayakan kepada setiap orang talenta — entah banyak atau sedikit — dengan harapan kita menggunakannya untuk kemuliaan-Nya. Nilai karunia itu tidak diukur menurut besarnya, tetapi dari kesetiaan kita. Sebuah karunia kecil yang digunakan dengan berani jauh lebih besar nilainya di mata Allah daripada karunia besar yang terbuang karena ketakutan dan kemalasan.

William Barclay, dalam komentarnya terhadap perikope ini, menyoroti tiga kebenaran penting: Pertama, karunia Allah berbeda-beda, tetapi panggilan-Nya sama — untuk memberikan usaha terbaik kita. Kedua, imbalan atas pekerjaan yang tekun dan setia bukanlah istirahat, tetapi tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan bagi Allah. Kedua hamba yang “baik dan setia” diundang untuk bermitra lebih dalam dengan Tuan mereka. Ketiga, kegagalan sejati bukanlah mencoba dan gagal, tetapi menolak untuk mencoba sama sekali. Ketakutan terhadap resiko membuat hamba yang memiliki satu talenta tidak melakukan apa-apa, dan itulah kehancurannya.

Akhirnya, perumpamaan ini memberi kita “cara kerja rohani”: semakin kita menggunakan sebuah karunia, semakin kuat dan berkembanglah karunia itu; jika diabaikan, karunia itu akan memudar. Entah karunia itu berupa doa, kedermawanan, pengajaran, atau pelayanan, satu-satunya cara untuk menjaganya agar tetap hidup adalah dengan memberikannya.

Injil mengundang kita untuk memiliki iman yang berani — iman yang berani mengambil risiko, berinvestasi, dan “memperbanyak” apa yang telah dipercayakan Allah kepada kita. Mengubur karunia kita berarti menahan karunia itu dari Kerajaan Allah. Kemuridan yang sejati berarti melangkah dengan percaya, sehingga ketika Tuhan kembali, kita dapat mendengar: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia!”

Tuhan, semoga aku dapat melakukan yang terbaik dalam segala sesuatu yang telah Kaupercayakan kepadaku, sehingga orang lain dapat melihat dan memuliakan Nama-Mu. Amin.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *