Sabtu, 25 Oktober 2025, Sabtu Pekan Biasa XXIX
Bacaan: Rm. 8:1-11; Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6; Luk. 13:1-9.
“Jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian,” (Luk 13: 3, 5).
Injil hari ini dimulai dengan dua kisah tragis: orang-orang Galilea yang dibunuh oleh Pilatus, dan delapan belas orang lainnya yang tewas ketika menara Siloam runtuh. Orang-orang ingin tahu: apakah korban-korban ini dihukum oleh Allah karena dosa-dosa mereka? Yesus menjawab dengan tegas: Tidak! Kematian mereka bukanlah hukuman. Namun, Ia menggunakan momen itu untuk mengingatkan pendengarnya akan hal yang lebih dalam: tragedi tidak seharusnya membuat kita menghakimi orang lain, tetapi untuk merenung, bertobat, dan kembali kepada Allah selagi masih ada waktu.
Kemudian Yesus menceritakan perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah. Selama tiga tahun pohon itu tidak menghasilkan buah. Menurut logika, seharusnya pohon itu ditebang. Namun, tukang kebun memohon: “biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya mungkin tahun depan ia berbuah.” Inilah hati Allah. Ia tidak menghukum; Ia sabar, pengasih, dan selalu memberi kita kesempatan lain. Namun kesabarannya tidak boleh dianggap remeh — waktu tidaklah tak terbatas. Pohon itu akhirnya harus berbuah.
Injil hari ini mengajak kita untuk merenungkan tiga hal. Pertama, penderitaan tidak selalu merupakan hukuman dari Allah. Orang-orang kudus yang kesohor dalam sejarah adalah mereka yang paling menderita, bukan karena Allah menghukum mereka, tetapi karena penderitaan mereka menjadi jalan menuju persatuan yang lebih dalam dengan Allah.
Kedua, hidup kita dipercayakan dengan kesempatan—seperti pohon ara yang ditanam di kebun anggur, kita diberkati. Kita telah menerima iman, kebebasan, pendidikan, dan cinta. Allah bertanya kepada kita: Buah apa yang kita hasilkan untuk sesama?
Ketiga, kita hidup dalam Injil kesempatan kedua. Setiap hari adalah “tahun lain” yang diberikan kepada “pohon ara” jiwa kita, kesempatan lain yang dipenuhi kasih karunia untuk tumbuh, berdamai, melayani, dan mencintai.
Namun Yesus juga memperingatkan kita: tidak akan selalu ada “besok” yang lain. Menunda pertobatan berarti mengambil risiko menyia-nyiakan anugerah hidup. Hari ini adalah waktu untuk menghasilkan buah. Hari ini adalah hari untuk mencabut rumput liar dan memupuk kehidupan kita, untuk memaafkan, melayani, berdoa, dan mencintai. Mari kita tidak menyia-nyiakan kesabaran Allah.
Tuhan, bantulah aku untuk mengubah hidupku agar hidupku berbuah bagi-Mu dan orang-orang di sekitarku. Amin.

