Rabu, 5 November 2025, Rabu Pekan Biasa XXXI
Bacaan: Rm. 13:8-10; Mzm. 112:1-2,4-5,9; Luk. 14:25-33.
"Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk 14: 26 - 27)
Mendengarkan Injil hari ini mungkin kita akan terkejut: lho koq Yesus mengajarkan kita untuk membenci? Bukankah Dia selalu mengajar kita untuk mengasihi? Bukan hanya saudara-saudari sedarah yang harus kita kasihi. Bahkan Ia mengajarkan untuk mengasihi musuh! Tentu apa yang dikatakan oleh Yesus tidak untuk dimengerti secara harafiah. Dengan cara “hiperbola” Yesus berbicara tentang pemuridan. Jika seseorang ingin mengikut Tuhan, hubungan dengan-Nya harus diprioritaskan di atas relasi-relasi yang lain, bahkan hubungan darah! Dan apa pun yang terjadi, seorang murid harus memikul salib Tuhan, melalui saat-saat yang baik dan buruk.
Yesus mengatakan bahwa dalam membangun sebuah menara, perencanaan harus dilakukan. Perhitungan matang harus dilakukan, agar pekerjaan itu dapat diselesaikan dengan baik. Pekerjaan yang setengah-setengah akan menerima kritik, bukan apresiasi.
Peringatan keras dari Yesus dimaksudkan agar kita menganggap serius pemuridan. Sebelum seseorang memutuskan untuk mengikut Yesus, ia harus bersedia untuk menempuh semua jalan. Seperti yang dikatakan Santo Paulus, kita seperti pelari dalam perlombaan dengan mata yang tertuju pada hadiah hidup yang kekal, yaitu Kerajaan Allah. Kita mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh untuk itu. Kita mendisiplinkan diri kita sendiri untuk memenangkannya. Kita tidak berhenti sampai kita menyelesaikan perlombaan dan meraih hadiahnya.
Menjadi murid Kristus itu berlangsung 24 jam sehari 7 hari seminggu, setiap waktu! Kita bukan orang Katolik hanya pada hari Minggu atau saat beribadah di gereja saja. Hidup kita adalah iman kita; iman kita adalah hidup kita. Inilah kehidupan yang Yesus perlihatkan kepada para Rasul. Jadi, jika mereka tidak yakin untuk mengikut Tuhan, mereka akan mengalami banyak kesulitan, seperti yang mereka alami ketika Yesus menderita, wafat dan dimakamkan. Mereka berpikir, bagaimana mungkin mereka mempercayakan hidup mereka sepenuhnya kepada seseorang yang telah mati? Apakah itu sia-sia? Namun, kemudian Yesus menampakkan diri kepada mereka dalam kemuliaan-Nya dan tiba-tiba semua yang Yesus katakan kepada mereka menjadi jelas maknanya, terutama tentang “harga” yang harus dibayar untuk menjadi murid Yesus.
Ketika Yesus meminta kita untuk meninggalkan segala sesuatu dan memikul salib-Nya, itu bukan hal yang remeh. Itu adalah untuk mendapatkan “hadiah” utama yaitu hidup yang kekal. Itu tidak mudah dan tidak murah. Tetapi dengan Yesus yang telah menang atas penderitaan dan maut, kita diyakinkan. Tantangan mungkin datang, tetapi iman kita selalu lebih kuat.
Tuhan, tolonglah aku untuk menyadari serta menghidupi identitas dan panggilan Kristiani-ku setiap detik, setiap menit setiap hari. Amin.

