perumpamaan para pekerja kebun anggur

Allah yang Murah Hati

Rabu, 20 Agustus 2025, Peringatan Wajib St. Bernardus
Bacaan: Hak. 9:6-15Mzm. 21:2-3,4-5,6-7Mat. 20:1-16a.

“Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?” (Mat 20: 13 – 15).

Perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur dalam Injil hari ini berbicara tentang kemurahan hati dan belas-kasih Allah yang luar biasa. Pada masa Yesus, para pekerja harus menunggu setiap hari di pasar atau plaza kota hingga seseorang memberi mereka pekerjaan. Jika tidak ada orang yang memberi mereka pekerjaan, berarti tidak ada makanan bagi keluarga. Para pekerja yang sudah bekerja sepanjang hari mengeluh sebab upah yang mereka terima sama dengan mereka yang datang bekerja sesudah lewat tengah hari. Namun, tuan yang empunya kebun anggur mempekerjakan mereka karena kemurahan hatinya, agar mereka dan keluarga mereka tidak kelaparan.

Demikianlah kemurahan hati Allah. Pemilik kebun anggur itu, yang berulang kali keluar untuk memanggil para pekerja, adalah gambaran Allah yang tidak pernah lelah memanggil kita. Ia memanggil di pagi hari, tengah hari, sore hari, bahkan pada jam terakhir — karena tidak ada yang terlambat untuk Kerajaan Surga.

Begitulah cara Allah mencintai: Ia keluar mencari masing-masing dari kita. Ia tidak menunggu di balik pintu yang terkunci. Ia berjalan di lorong-lorong hidup kita, masuk ke dalam luka-luka kita, kesepian kita, dan ketakutan kita. Ia mengundang kita, bahkan ketika kita merasa tidak layak atau terlupakan. Inilah cara-Nya: selalu pergi, selalu memanggil, selalu mencintai.

Dan apa balasan-Nya? Satu dinar untuk semua. Tetapi upah itu lebih dari sekadar uang; ia adalah simbol kasih Allah, kasih yang tidak dapat diukur atau dibagi. Allah tidak memberi apa yang pantas kita peroleh, tetapi apa yang kita butuhkan: belas kasih-Nya, anugerah-Nya, persahabatan-Nya. Itulah segalanya.

Terkadang, kita tergoda untuk membandingkan diri dengan orang lain. “Saya sudah bekerja lebih keras,” kita mungkin berkata, “saya lebih berjasa”, “saya pantas mendapat lebih.” Tetapi Injil mengingatkan kita: di mata Bapa, bukan berapa lama kita bekerja, tetapi seberapa besar kita mempercayai-Nya. Yang terakhir mungkin menjadi yang terdahulu, bukan karena mereka lebih baik, tetapi karena mereka membuka hati mereka kepada belas kasih.

Mari kita menjadi seperti pemilik kebun anggur itu, siap untuk pergi, memanggil, dan menyambut. Mari kita menjadi Gereja yang pergi ke pinggiran, dan bersukacita ketika siapa pun, entah terlambat atau tidak, mendengar suara Allah dan masuk ke dalam sukacita Injil.

Ya Yesus yang murah hati, jadikanlah hati kami seperti hati-Mu. Amin.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *