Jumat, 7 November 2025, Jumat Pekan Biasa XXXI
Bacaan: Rm. 15:14-21; Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4; Luk. 16:1-8
“Tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang,” (Luk 16: 8).
Hari ini Yesus memberi kita perumpamaan yang membingungkan yakni tentang bendahara yang tidak jujur. Pada pandangan pertama, sepertinya Tuhan memuji ketidakjujuran. Namun, sebenarnya Ia sedang mengajarkan kita tentang cara hidup dengan bijak dan bertanggung jawab, karena hidup kita bukanlah milik kita sendiri—kita adalah pengurus, pengelola, bukan pemilik hidup kita.
Ada beberapa hal yang dapat kita petik pelajarannya:
Pertama, Yesus memperingatkan kita tentang pemborosan. Hidup adalah harta paling berharga yang Allah percayakan kepada kita, tetapi kadang-kadang kita menyia-nyiakannya. Kita berpikir kita adalah tuan atas hidup kita, tetapi kita hanyalah pengurus. Ketika kita lebih mementingkan pekerjaan daripada keluarga, atau kesenangan daripada tanggung jawab, kita kehilangan keseimbangan. Santo Agustinus mengingatkan kita: “Jaga keteraturan, dan keteraturan akan menjaga kamu.” Kita dipanggil untuk hidup dengan keseimbangan dan kemoderatan, sadar bahwa hidup kita milik Allah.
Kedua, perumpamaan ini mendorong kita untuk bertanya: “Apa yang harus aku lakukan?” Bendaharawan itu, yang menghadapi krisis, mencari cara untuk maju. Kita pun harus bertanya pada diri sendiri: Apa jalan hidupku? Apa misiku? Apa talenta yang Allah percayakan kepadaku? Setiap dari kita memiliki karunia, cara unik untuk membawa kehidupan dan kebahagiaan bagi orang lain. Ketika kita menemukannya, kita berhenti mengambang dan mulai hidup dengan tujuan.
Ketiga, Yesus menyoroti kecerdikan sang bendahara tersebut. Ia mempersiapkan masa depannya, meskipun dengan cara yang tidak jujur. Pelajaran bagi kita adalah: jadilah bijak, baik hati, dan perlakukan orang lain dengan baik. Posisi, kekuasaan, dan kekayaan semua akan berlalu. Hidup, seperti yang kita ketahui, berputar seperti roda—hari ini kita mungkin di atas, besok di bawah. Itulah sebabnya kita tidak boleh melupakan kerendahan hati dan kebaikan, karena pada akhirnya, yang penting bukanlah status, tetapi cinta.
Dan di sinilah tantangan Injil bagi kita: jika orang-orang dunia begitu berkomitmen untuk memastikan kenyamanan mereka, bukankah kita, anak-anak terang, harus lebih berkomitmen untuk memastikan kehidupan kekal? Yesus mengajak kita untuk menempatkan energi, kreativitas, dan keteguhan yang sama dalam iman kita seperti yang sering kita curahkan dalam pekerjaan atau kesenangan.
Mari kita hidup dengan bijaksana. Mari kita kelola hidup kita bukan untuk keuntungan sementara, tetapi untuk Kerajaan Allah. Maka, pada akhirnya, Kristus akan menyambut kita—bukan sebagai bendahara yang tidak jujur, tetapi sebagai hamba yang setia yang hidup dengan cinta.
Tuhan, karuniailah kami kecerdasan Kristiani, suatu kebijaksanaan yang menggabungkan kehati-hatian dengan kemurnian hati, sehingga kami dapat melayani Dikau dan sesama dengan jujur, penuh kasih dan bertanggung-jawab. Amin

