dropsy

Menempatkan Kasih di atas Aturan

Jumat, 31 Oktober 2025, Jumat Pekan Biasa XXX
Bacaan: Rm. 9:1-5Mzm. 147:12-13,14-15,19-20Luk. 14:1-6

“Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu, kata-Nya: "Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?" Mereka itu diam semuanya. Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya dan menyuruhnya pergi.” [Luk 14: 3 – 4]

Injil hari ini mengisahkan Yesus yang menyembuhkan seorang yang menderita busung air pada hari Sabat. Ini bukan kali pertama Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Kitab Suci menyebutkan setidaknya tujuh kejadian serupa. Setiap kali Yesus bertindak demikian, tindakan belas kasih-Nya itu justru memicu kemarahan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, bukan sukacita atau rasa syukur. Mereka melihat Yesus sebagai pelanggar hukum dan ancaman bagi sistem agama mereka yang kaku.

Kita hampir dapat membayangkan adegan tersebut. Kesalahan para Farisi adalah bahwa mereka mengajarkan tentang Allah dan agama yang terutama berfokus pada peraturan. Orang yang menderita busung air itu mungkin ditempatkan di sana sebagai jebakan. Namun Yesus, di bawah pandangan mata penuh kebencian, tidak ragu-ragu. Ia menyembuhkannya — dan kemudian mengungkap kemunafikan mereka. Bagaimana mungkin membantu seorang manusia yang menderita dianggap melanggar hukum?

Perikop Injil hari ini mengajarkan kita tiga pelajaran.

Pertama, meskipun terus-menerus dikritik dan diawasi, Yesus tidak pernah kehilangan ketenangan atau belas kasih-Nya. Betapa sering kita menjadi mudah marah atau defensif saat dihakimi! Namun Yesus menunjukkan kekuatan yang berasal cinta. Ia berpegang pada cinta.

Kedua, Yesus tidak pernah menolak undangan, bahkan dari mereka yang menentang-Nya. Ia tidak pernah menyerah pada peluang dan kesempatan bahwa seseorang mungkin tersentuh atau berubah oleh kehadiran-Nya. Ini adalah tantangan bagi kita: apakah kita hanya berbagi makanan dengan orang-orang yang kita sukai, atau bersediakah kita menjangkau bahkan mereka yang berbeda pandangan atau menentang kita? 

Ketiga, para Farisi mengutamakan aturan-aturan kecil sambil mengabaikan kebutuhan yang lebih besar. Betapa seringnya dalam keluarga kita, komunitas kita, dan mungkin paroki kita, hal-hal sepele menyebabkan perpecahan dan penderitaan! Kita berdebat tentang banyak hal sampai sedetil-detilnya dan melupakan apa yang benar-benar penting: belas kasih, kebaikan, dan cinta.

Yesus mengingatkan kita bahwa kasih harus menjadi yang terdahulu. Jika hidup beragama kita tidak membuat kita lebih berbelas kasih, maka kita telah melewatkan inti dari kasih Allah. Pada hari “Sabat” — dan setiap hari — terdapat panggilan yang sama: untuk mendahulukan manusia di atas aturan, dan belas kasih di atas legalisme.

Tuhan, semoga kami dapat melepaskan diri dari segala kesombongan dan kekuasaan, dan memperlihatkan kepada dunia saat ini wajah Kristus yang rendah hati dan melayani. Amin.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *