tuhan atas hari sabat

Belas Kasih di atas Hukum

Sabtu, 6 September 2025, Sabtu Pekan Biasa XXII
Bacaan: Kol. 1:21-23Mzm. 54:3-4,6,8Luk. 6:1-5

Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. Tetapi beberapa orang Farisi berkata: "Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"..... Kata Yesus lagi kepada mereka: "Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat." (Luk 6: 1 – 2, 5).

Pertentangan antara Yesus dan musuh-musuhnya yang kejam terus berlanjut dalam bacaan Injil hari ini. Para Farisi mengikuti Yesus seperti bayang-bayang. Mereka tidak mengikuti untuk mendengarkan dan belajar dari ajarannya, tetapi untuk menangkap basah kesalahan dalam ajarannya dan lebih jauh lagi untuk mencari-cari kesalahan dalam segala tindakan-Nya. Mereka mencari-cari kesalahan dan bukti agar dapat mengambil tindakan hukum terhadapnya. Di sini, dalam bacaan ini, mereka mendapat kesempatan yang baik.

Para murid lapar dan lelah. Saat berjalan, mereka memetik bulir-bulir gandum, menggisarnya dengan tangan dan memakannya. Namun hari itu adalah hari Sabat. Para murid melanggar hukum Sabat! Apa yang mereka lakukan, sama dengan memanen, merontokkan, menampi, dan menyiapkan makanan! Ditambah lagi, Guru mereka, Yesus, tidak menegur mereka. Tentu saja, para Farisi yang legalistik menjadi marah.

Saya ingat sebuah lelucon yang pernah saya baca, “…di mana empat jenis pemerintahan dibandingkan menggunakan dua ekor sapi. Sosialisme akan memerintahkan Anda memberikan salah satu sapi Anda kepada tetangga dan menyimpan yang lain. Komunisme akan memaksa Anda memberikan kedua sapi kepada negara, dan sesekali Anda mungkin beruntung mendapatkan sedikit susu atau mentega. Nazisme akan menembak Anda dan mengambil kedua sapi Anda. Dalam Demokrasi, Anda akan menjual satu sapi dan membeli seekor banteng.” Sebuah kategori lain dapat ditambahkan, yaitu: Legalisme. ‘Legalisme akan menetapkan begitu banyak aturan dan regulasi mengenai pemeliharaan sapi sehingga tidak ada yang mau memelihara sapi lagi.’

Seorang legalis dari golongan Farisi bertanya: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Dan tepat terhadap pertanyaan ini Yesus memberikan jawabannya. Ia menjelaskan apa yang “diperbolehkan” dan apa yang “tidak diperbolehkan” pada hari Sabat. Di situlah letak perbedaan antara Yesus dan orang Farisi. Bagi orang Farisi, hukum tertulis dan tradisi lisan sama-sama sah. Hukum harus dipatuhi secara harfiah. Bagi Yesus, hukum itu sendiri tidak berarti apa-apa. Hukum hanya memiliki makna sejauh ia menjaga martabat manusia. Itulah tujuan hukum.

Dalam konteks ini, Yesus sepenuhnya memahami apa yang dilakukan oleh murid-murid-Nya. Mereka makan butir-butir gandum karena mereka lapar. Bagi orang yang lapar, hukum terbesar adalah rasa laparnya. Kebutuhan manusia menduduki tempat pertama dalam “hukum Yesus”. Kebutuhan dasar manusia, seperti rasa lapar, memiliki prioritas lebih tinggi daripada ibadah kepada Allah dan pengamalan hari Sabat. Dalam penafsirannya, Ia menempatkan diri-Nya di atas hukum Sabat dengan berkata, “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” Kehidupan manusia mendahului adat istiadat ritual dalam ajaran Yesus.

Ia tidak menyangkal atau menghilangkan hukum Sabat, melainkan menafsirkannya untuk kebaikan manusia. Ia memperluasnya agar dapat bermanfaat bagi orang biasa. Setiap “isme” dan ideologi yang merendahkan martabat manusia tidak dapat diterima oleh Yesus. Ia menyingkirkan hukum Sabat sebagaimana Daud menyingkirkan hukum roti suci, dan keduanya untuk tujuan yang sama: “kebutuhan dasar manusia.” Hukum-hukum ilahi dan penafsirannya seharusnya menjadi berkat bagi manusia. Mereka tidak boleh menjadi beban bagi orang kebanyakan yang sudah terbebani.Yesus, Tuhan atas hari Sabat, mengingatkan kita bahwa kasih Allah lebih besar daripada aturan apa pun, dan belas kasih-Nya selalu lebih besar daripada legalisme yang kaku. Ia menghendaki belas kasih dan bukan persembahan.

Tuhan, semoga kami tidak kehilangan inti dari kehidupan beragama kami. Amin.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *