Jumat, 1 Augustus 2025, Peringatan Wajib St. Alfonsus Maria de Liguori
Bacaan: Im. 23:1,4-11,15-16,27,34b-37; Mzm. 81:3-4,5-6ab,10-11ab; Mat. 13:54-58.
“Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.” [Mat 13: 57]
Yesus tampil di kota kelahiran-Nya, Nazaret, namun Ia ditolak oleh orang-orang yang mengenal-Nya dengan baik. “Dari mana orang ini mendapatkan semua hikmat ini?” tanya orang-orang. Alih-alih bersukacita atas ajaran Yesus, mereka justru tersinggung. Mengapa? Karena mereka pikir mereka sudah tahu siapa Dia: anak tukang kayu, hanya seorang tetangga, tidak istimewa. Familiarity breeds contempt. Pengetahuan yang luas atau hubungan yang dekat dengan seseorang dapat menyebabkan hilangnya rasa hormat terhadap orang tersebut. Terlebih lagi, kurangnya iman menutup hati mereka terhadap kasih karunia yang ada di depan mereka.
Perikope Injil ini berbicara tentang kenyataan pahit yang dihadapi banyak orang ketika mencoba hidup autentik dan mewartakan kebenaran. Seperti Yesus, kita mungkin diremehkan, disalahpahami, atau bahkan dibenci oleh orang-orang terdekat kita. Masyarakat seringkali lebih menghargai latar belakang, kekayaan, atau status daripada kebijaksanaan, integritas, atau kebenaran. Dalam dunia seperti itu, kebenaran dapat menjadi “batu sandungan”.
Santo Alfonsus Liguori yang kita peringati hari ini menghadapi hal ini. Seorang pengacara brilian yang menjadi imam, dikritik bahkan di dalam Gereja. Namun ia tetap setia pada misinya, mewartakan Injil kepada orang-orang miskin dan terlantar, bahkan ketika orang lain meragukannya. Kehidupannya mengingatkan kita: nilai kita tidak ditentukan oleh asal usul kita, melainkan oleh seberapa setia kita menjalani kebenaran Kristus.
Jika Anda dikenal dengan keyakinan dan integritas, ketahuilah bahwa Anda mungkin akan menghadapi penolakan — bahkan dari orang-orang terdekat! Namun, jangan biarkan hal itu meredupkan keyakinan Anda. Yesus juga ditolak, bukan oleh orang asing, melainkan oleh orang-orang dari kota asal-Nya. Rasa sakit karena dicap, disalahpahami, atau dikucilkan itu nyata. Namun, berbesar hatilah: Kristus yang tersalib menunjukkan kepada kita bahwa penolakan tidak pernah menjadi akhir.
Teruslah menabur. Teruslah bersaksi. Teruslah mengihdupi Injil. Tidak semua orang akan mengerti, tetapi itu bukan beban yang harus Anda pikul. Tetaplah setia pada panggilan Anda. Kebenaran, ketika dihidupi dengan kasih dan ketekunan, selalu menghasilkan buah.

St. Alfonsus Maria de Liguori
Alfonsus Liguori, lahir pada tahun 1696, adalah putra dari keluarga Napoli kuno. Ayahnya adalah seorang perwira di Angkatan Laut Kerajaan. Pada usia enam belas tahun, Alfonsus menerima gelar doktor dalam hukum kanon dan hukum perdata, dan selama hampir sepuluh tahun berpraktik sebagai pengacara. Ketika ia mendapati bahwa salah satu kasus hukum yang ia bela tidak didasarkan pada keadilan melainkan pada intrik politik, ia meninggalkan praktik hukum dan mengabdikan hidupnya kepada Tuhan.
Ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1726, Santo Alfonsus Liguori bergabung dengan sekelompok imam sekuler yang berdedikasi pada kegiatan misionaris. Ia terlibat dalam berbagai kegiatan pastoral, menjalankan misi dan mengorganisir para pekerja, serta berperan dalam pendirian sebuah ordo biarawati kontemplatif.
Pada tahun 1732, ia mendirikan Redemptoris, sebuah kongregasi para imam dan bruder, untuk bekerja khususnya di antara penduduk pedesaan Italia yang seringkali kekurangan kesempatan untuk misi, pengajaran agama, dan retret rohani. Anehnya, rekan-rekan pertamanya meninggalkannya; Namun Alfonsus tetap teguh, dan tak lama kemudian panggilan pun berlipat ganda dan jemaatnya bertumbuh.
Para Redemptoris disetujui oleh Paus Benediktus XIV pada tahun 1749, dan Alfonsus terpilih sebagai superior jenderal. Pada tahun 1762, ia diangkat menjadi uskup Sant’ Agata dei God dan sebagai uskup ia mengoreksi berbagai pelanggaran, memulihkan gereja-gereja, mereformasi seminari-seminari, dan mempromosikan misi di seluruh keuskupannya. Selama masa kelaparan tahun 1763-1764, kasih dan kemurahan hatinya tak terbatas, dan ia juga menjalankan kampanye besar-besaran dalam penulisan keagamaan.
Pada tahun 1768, ia terserang pelbagai penyakit berat dan mengundurkan diri dari jabatan uskupnya. Selama tahun-tahun terakhir hidupnya, berbagai masalah dalam jemaatnya membuatnya sangat berduka dan ketika ia wafat pada tanggal 1 Agustus 1787, di Pagani, dekat Salerno, para Redemptoris menjadi perkumpulan yang terpecah belah. Ia juga harus mengalami berbagai kekecewaan dan pencobaan. Namun, Alfonsus memiliki devosi yang amat mendalam kepada Santa Perawan Maria, seperti yang dapat kita ketahui melalui bukunya yang terkenal yang berjudul ‘Kemuliaan Maria’. Segala penderitaan dan pencobaan itu berakhir dengan damai dan sukacita serta kematian yang kudus.
Alfonsus wafat pada tahun 1787 pada usia sembilanpuluh satu tahun. Paus Gregorius XVI menyatakannya kudus pada tahun 1839. Paus Pius IX memberinya gelar Pujangga Gereja pada tahun 1871.
Tuhan, bantulah aku untuk setia mengikuti Engkau, apapun risiko yang harus aku hadapi. Amin.