pieta passion

Maria Berdukacita

Senin 15 September 2025, Peringatan Perawan Maria Berdukacita
Bacaan: Ibr. 5:7-9Mzm. 31:2-3a,3b-4,5-6,15-16,20;Yoh. 19:25-27 atau Luk. 2:33-35.

“Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.” (Yoh 19: 25)

Seorang mistik Jerman abad ke-19 bernama Anne Catherine Emmerich menerima penglihatan bagaimana Maria mencium darah Yesus yang menetes di jalanan sepanjang jalan salib-Nya. Dalam Film The Passion of the Christ, Mel Gibson, terinspirasi oleh penglihatan tersebut, menggambarkannya dengan adegan Claudia, isteri Pontius Pilatus, secara diam-diam memberikan kepada Maria kain untuk menyeka (dan mengumpulkan) Darah Yesus yang menetes di sepanjang jalan salib di Yerusalem. Kita bisa membayangkan, betapa dalam dukacita Bunda Maria sepanjang jalan sengsara Yesus itu.

Hari ini kita kenangkan kemartiran rohani Ibunda Yesus dan keikutsertaannya dalam sengsara Putera Ilahinya. Maria adalah Ratu Para Martir karena ia menderita dalam roh semua yang diderita oleh Yesus dalam Sengsara dan wafat-Nya. Siksa rohaninya sungguh lebih hebat dibandingkan dengan sakrat maut fisik para martir, dan Maria mempersembahkan dukacitanya kepada Allah atas nama kita dan untuk kita. Acuan Kitab Suci tentang Dukacita Maria dapat ditemukan dalam Injil Lukas 2: 35 dan Yohanes 19: 26 – 27. Banyak penulis awal Gereja menginterpretasikan “pedang” yang dinubuatkan oleh Simeon sebagai dukacita Maria, khususnya saat ia menyaksikan Yesus Puteranya wafat di atas kayu salib.

Pada mulanya Gereja merayakan dua pesta secara terpisah memperingati 1) kemartiran rohani Santa Perawan Maria sepanjang hidupnya sebagai Ibunda Yesus dan 2) keikutsertaannya dalam penderitaan Putera Ilahinya saat sengsara dan wafat-Nya.

Kita juga mengenal Devosi kepada tujuh kedukaan Maria yang mengenangkan penderitaan keibuannya yang ditanggung selama hidup Yesus di bumi. Pada tahun 1239 tujuh pendiri Ordo Hamba-hamba Maria (Ordo Servorum Beatae Mariae Virginis; disingkat OSM) menjadikan dukacita Maria yang berdiri di bawah kaki salib sebagai devosi utama mereka. Sejatinya, perayaan tersebut dilaksanakan pada hari Jumat sebelum Jumat Agung. Paus Pius XII yang kemudian mengubah tanggal pesta tersebut menjadi 15 September, segera sesudah Pesta Salib Suci.

Secara tradisional kita mengenal tujuh kedukaan Maria sepanjang hidupnya: (1) mendengar nubuat Simeon, (2) mengungsi bersama bayi Yesus dan Yusup ke Mesir untuk menghindar usaha Herodes membunuh bayi Yesus, (3) kehilangan anak Yesus di Yerusalem, (4) berjumpa dengan Yesus pada jalan ke Kalvari, (5) berdiri di bawah kaki Salib Yesus, (6) menerima Tubuh Yesus saat Ia diturunkan dari Salib, dan (7) pemakaman Yesus.

Kadang-kadang kita berpikir dukacita berarti kesedihan atau kekalahan. Tetapi Injil mengajarkan kita sesuatu yang berbeda. Yesus berkata, “Berbahagialah mereka yang berdukacita, sebab mereka akan dihibur.” Dukacita yang sejati lahir dari cinta. Dukacita Maria bukanlah kesedihan yang mengasihani diri sendiri. 

Kita pun membawa dukacita. Kita tahu rasa sakit karena kehilangan, beban ketidakadilan, karena hubungan yang hancur. Maria mengajak kita untuk tidak menyangkal dukacita itu, juga tidak membiarkannya berubah menjadi kepahitan, tetapi untuk hidup dengannya dengan iman. Dia menunjukkan kepada kita bahwa dukacita, ketika dijalani dengan cinta, dapat menjadi jalan menuju belas kasihan yang lebih dalam, cara untuk tetap dekat dengan Yesus, dan bahkan sumber kehidupan baru.

Maria terus menemani kita dalam dukacita kita sendiri, berbisikkan harapan, selalu menunjuk kepada Putranya yang mengubah kematian menjadi kehidupan. Mari kita serahkan hati kita kepada-Nya hari ini, memohon agar Dia mengajarkan kita cara mencintai bahkan dalam penderitaan, sehingga kesedihan kita dapat menjadi benih kebangkitan.

Saat kita memperingati dukacita Maria, mari kita berdoa bagi mereka yang terus menerus menanggung penderitaan, agar mereka menerima kekuatan yang sungguh mereka butuhkan dari Tuhan, untuk memikul salib mereka. Mari kita berusaha masuk dalam hati yang menderita dari para ibu di Gaza, Libanon, Ukraina, Rusia, Sudan, Papua, Jakarta, mereka yang masih setia “kamisan”, dan segala penjuru dunia yang sungguh-sungguh berduka bagi anak-anak mereka.

Mari kita juga dengan hati penuh penyesalan kita ingat bahwa dosa-dosa kita telah menyebabkan Yesus dan Maria menderita.

Bunda Maria, ajar kami menanggung dukacita dengan cinta. Amin.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *