melayani orang miskin

Cinta Sejati Membutuhkan Pengorbanan

Sabtu, 27 September 2025, Peringatan Wajib St. Vinsensius a Paulo
Bacaan: Za. 2:1-5,10-11a; MT Yer. 31:10,11-12ab,13Luk. 9:43b-45.

“Maka takjublah semua orang itu karena kebesaran Allah. Ketika semua orang itu masih heran karena segala yang diperbuat-Nya itu, Yesus berkata kepaa murid-murid-Nya: “Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan kedalam tangan manusia.” Mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Dan mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya.” (Luk 9: 43 – 45)

Konteks perikope Injil hari ini adalah peristiwa sesudah para murid mengenali siapa Yesus, kemudian disusul oleh peristiwa Yesus berubah rupa di puncak gunung. Dalam peristiwa itu para murid mendapatkan gambaran tentang kemuliaan Yesus. Kemudian disusul dengan peristiwa Yesus mengusir roh dari seorang anak yang sakit. Reaksi orang banyak adalah: “Mereka takjub karena kebesaran Allah.”

Para murid mengalami titik tertinggi popularitas Yesus. Maka Injil hari ini memperlihatkan kontras antara puncak gunung dan lembah. Yesus baru saja turun dari peristiwa Transfigurasi, di mana kemuliaan-Nya terungkap. Namun, segera setelah itu, Ia dihadapkan pada penderitaan manusia: permohonan putus asa seorang ayah untuk anaknya yang menderita karena roh jahat. Murid-murid yang tidak dapat membantu, dan kerumunan yang penuh kebingungan. Di tengah kekacauan itu, Yesus masuk dengan kuasanya yang tenang, menyembuhkan anak itu dan mengembalikannya kepada ayahnya.

Pelajaran ini jelas. Kita tidak dapat selamanya tinggal di puncak gunung. Saat-saat doa dan kedekatan dengan Allah diberikan kepada kita bukan sebagai pelarian, tetapi sebagai kekuatan untuk menghadapi perjuangan kehidupan sehari-hari. Seperti Elia yang diberi makan oleh malaikat di padang gurun untuk berjalan empat puluh hari dalam kekuatan Allah, demikian pula kita harus membawa anugerah doa kembali ke dalam perjuangan kehidupan sehari-hari.

Ini juga pelajaran dari St. Vinsensius a Paulo. Dia adalah seorang yang tertanam dalam doa, namun imannya tidak menjauhkan dia dari dunia — melainkan membawanya ke lembah-lembah tempat orang miskin, sakit, dan terlantar tinggal. Dalam diri mereka dia melihat Kristus sendiri. Amal kasihnya yang teguh dan penuh pengorbanan berhasil mengatasi pelbagai macam kemerosotan, membawa martabat dan harapan di mana sebelumnya hanya ada kebingungan dan penderitaan.

Akhirnya, Yesus mengarahkan para murid-Nya kepada Salib. Sama seperti Ia menolak jalan kemuliaan yang gampang, Santo Vinsensius a Paulo juga tahu bahwa cinta sejati membutuhkan pengorbanan. Melayani Kristus dalam orang miskin berarti memikul Salib bersama-Nya. Ini bukan tentang popularitas atau kesuksesan, tetapi tentang kesetiaan pada kehendak Allah dan cinta tanpa pamrih.

Hari ini, mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing, apakah doa-doa kita menguatkan kita untuk melayani? Apakah kita membawa ketenangan Kristus ke dalam kekacauan hidup? Apakah kita memilih Salib ketika itu berarti mencintai orang miskin, yang terlupakan, dan yang sulit?

Semoga Santo Vinsensius a Paulo mendoakan kita, agar kita pun dapat menemukan Kristus dalam orang-orang kecil di sekitar kita, dan melayani-Nya dengan cinta, yang berakar dalam doa dan diwujudkan dalam tindakan.

Tuhan semoga kami mau dan berani berkorban seperti Engkau. St. Vinsensius a Paulo, doakanlah kami. Amin.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *