aku ini jangan takut

Aku Ini, Jangan Takut!

Selasa, 5 Agustus 2025, Selasa Pekan Biasa XVIII
Bacaan: Bil. 12:1-13; Mzm. 51:3-4,5-6a, 6bc-7,12-13; Mat. 14:22-36.

Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal. Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: "Itu hantu!", lalu berteriak-teriak karena takut. Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" [Mat 14: 24 – 27]

Perahu para murid sering kali melambangkan Gereja. Dalam Injil hari ini, Matius juga memberi kita gambaran Gereja — sebuah perahu yang terombang-ambing dalam kegelapan, berjuang melawan ombak yang kuat. Ini bukan sekadar kisah tentang peristiwa masa lalu; ini adalah katekese simbolis, yang berbicara langsung kepada kita hari ini.

Komunitas Kristen purba Matius, seperti komunitas kita, mengalami ketegangan seperti kita, sedang mengalami ketegangan internal, ketakutan, dan kebingungan. Para murid di perahu mewakili Gereja. Mereka merasa tidak pasti, sedang berjuang, dan merasa sendirian. Yesus tidak lagi terlihat bersama mereka — Dia telah “naik ke gunung” untuk bersama Bapa, simbol wafat dan kemuliaan-Nya. Malam telah tiba. Cahaya seolah-olah telah hilang.

Betapa familiar rasanya hal ini. Kita pun berlayar melalui badai — konflik di paroki kita, iman yang menurun, perpecahan, skandal, keraguan. Terkadang, kita merasa bingung dan ditinggalkan. Namun, sama seperti Yesus mendekati para murid dengan berjalan di atas laut, Dia mendekati kita di tengah kekacauan dan kegalauan. Dia tidak pernah absen. Dia adalah Tuhan atas gelombang. Seperti yang dikatakan dalam Ayub 9:8, “Hanya Allah yang berjalan di atas laut.” Yesus, yang telah bangkit, dengan tenang melangkah di atas ketakutan kita dan berkata, “Tenanglah! Aku ini. Jangan takut!”

Tetapi apakah kita mengenali-Nya? Seperti para murid, kita mungkin salah mengira kehadiran-Nya sebagai “hantu” – kehadiran-Nya kita rasakan seperti sebuah gagasan yang samar, bukan kenyataan yang nyata. Ketika kita gagal melihat-Nya melalui mata iman, kita panik dan tenggelam.

Injil ini menantang kita untuk memperdalam iman kita akan kehadiran Kristus yang nyata, meskipun tak terlihat, di tengah-tengah kita — dalam doa, dalam Ekaristi, dan dalam diri satu sama lain. Dia tidak meninggalkan kita. Janji-Nya kekal: “Aku menyertai kamu senantiasa.”

Dalam kegelapan Gereja kita dan pergumulan pribadi, marilah kita berpegang teguh pada seruan-Nya. “Tenanglah! Aku ini. Jangan takut!” Dia ada di sini. Kita tidak pernah sendirian.

Ya Tuhan, ketika imanku melemah, selamatkanlah aku. Tambahkan imanku. Amin.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *