Senin, 22 September 2025, Senin Pekan Biasa XXV
Bacaan: Ezr. 1:1-6; Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6; Luk. 8:16-18.
"Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya.” [Luk 8: 16]
Rumah-rumah Palestina pada zaman Yesus umumnya terbuat dari tanah liat yang dikeraskan, dan memiliki jendela yang cukup untuk membiarkan udara dan cahaya masuk, tetapi untuk mencegah debu gurun dan panas masuk, ukuran jendala tersebut cukup kecil. Pada masa itu, lampu minyak atau pelita yang menyala di dalam rumah sangat berharga. Kenyataan sehari-hari inilah yang menginspirasi Yesus untuk berbicara dengan simbol-simbol seperti yang terdapat dalam Injil hari ini.
“Cahaya” atau “terang” biasanya merupakan tanda kehadiran Allah dalam Kitab Suci. Allah lah yang menciptakan cahaya dari kegelapan yang meliputi samudera raya dalam Kitab Kejadian. Penampakan Allah selalu disertai cahaya, seperti kilat dan semak yang terbakar. Nabi Yesaya dalam nubuatnya tentang kedatangan Mesias berkata: “Bangsa yang berjalan dalam kegelapan telah melihat cahaya yang besar…” Dalam Perjanjian Baru, Santo Yohanes mengembangkan Injilnya dengan tema-tema tentang cahaya Allah melawan kegelapan. St. Paulus, di sisi lain, menulis bahwa kita harus hidup sebagai anak-anak terang.
Injil kita hari ini kemudian menekankan bahwa sama seperti pelita ditempatkan di atas kaki dian untuk menerangi seluruh rumah, iman kita kepada Allah sebagai terang juga harus membawa kita untuk bersaksi tentang keyakinan kita agar orang lain dapat mendengar, melihat, dan mengalaminya (lih. Yoh 1:1-7).
Dua hal terkait dengan “membiarkan cahaya kita bersinar”:
- Sama seperti cahaya harus terus menerus menegaskan dirinya untuk mengalahkan kegelapan, demikian pula hidup kita dalam iman bukanlah tugas yang mudah. Kita harus terus menerus memperkuat komitmen kita di tengah tantangan kegelapan yang datang dari masyarakat, orang lain, sistem, dan diri kita sendiri.
- Semakin api dinyalakan, ia memiliki kecenderungan alami untuk menjadi lebih besar! Demikian pula dengan iman kita. Iman yang dibagikan berulang kali juga menjadi iman yang diperkuat. Hal ini serupa dengan yang diungkapkan dalam pepatah bijak: “Latihan membuat kita sempurna.”
Biarkan iman kita bersinar, hidup secara transparan dalam terang Allah, dan terus bertumbuh setiap hari dalam kepercayaan serta kasih. Pelita iman yang dinyalakan dalam diri kita bukanlah untuk disembunyikan, melainkan untuk menerangi dunia.
Tuhan, semoga cahaya-Mu menembus diriku dan bersinar bagi banyak orang, menuntun mereka kembali kepada-Mu. Amin.