humility

Pilih Tempat Terakhir, Temukan Yesus

Minggu, 31 Agustus 2025, Minggu Biasa XXII Tahun C

Bacaan:
Sir. 3:17-18,20,28-29
Mzm. 68:4-5ac,6-7ab,10-11Ibr. 12:18-19,22-24aLuk. 14:1,7-14.

“Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Luk 14: 11)

Ketika Yesus duduk di meja perjamuani, Dia tidak pernah duduk hanya untuk makan. Dia mengubah perjamuan makan itu menjadi sebuah pelajaran tentang kasih, kerendahan hati, dan persaudaraan. Dalam Injil hari ini (Lukas 14:1,7-14), Yesus diundang untuk makan di rumah seorang Farisi. Dia diamat-amati dengan seksama, dihakimi, seolah-olah dia berada di bawah mikroskop. Tetapi Yesus tidak mengkhawatirkan penampilan. Dia menaruh perhatian pada keinginan para tamu untuk mendapatkan tempat duduk terbaik, agar dianggap penting. Dan kemudian Dia menceritakan sebuah perumpamaan yang mengungkapkan isi hati Kerajaan Allah: “Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Yesus menunjukkan kepada kita sebuah cara hidup yang baru. Dalam sebuah masyarakat, dan terkadang bahkan dalam komunitas kita sendiri, kita tergoda untuk mencari tempat pertama. Kita menginginkan pengakuan, pengaruh, dan tempat terhormat. Tetapi dalam perjamuan Tuhan, hanya ada satu tempat yang disediakan: tempat terakhir, tempat pelayanan. Dan di sanalah kita menemukan Yesus sendiri, yang datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani, yang membungkuk untuk membasuh kaki murid-murid-Nya, dan yang memberikan nyawa-Nya bagi kita di kayu salib. Inilah kebesaran yang sejati: membuat diri kita menjadi kecil agar orang lain dapat ditinggikan.

Yesus melangkah lebih jauh lagi. Dia memberi tahu kita siapa yang harus diundang: bukan teman atau tetangga kita yang kaya yang dapat membalas budi kita, tetapi orang miskin, orang lumpuh, orang buta dan orang lumpuh. Dengan kata lain, mereka yang tidak dapat memberi kita imbalan apa pun, mereka yang sering kali tidak terlihat atau tidak diinginkan dalam masyarakat. Inilah inti dari Injil: kemurahan hati.  Kasih yang tidak hitung-hitungan, tidak diperdagangkan, tidak ditukar dengan bantuan. Kasih yang mencerminkan kasih Tuhan, yang memberikan segalanya dengan cuma-cuma.

Hal ini sangat menantang kita. Berapa kali kita menutup pintu hati atau rumah kita karena kita takut akan ketidaknyamanan? Seberapa sering kita lebih suka mengelilingi diri kita dengan orang-orang yang berpikir seperti kita, yang terlihat seperti kita, yang dapat memberi manfaat bagi kita dalam beberapa hal? Yesus mengingatkan kita bahwa Gereja, komunitas-Nya, bukanlah sebuah perkumpulan bagi mereka yang sempurna, tetapi sebuah perjamuan yang terbuka bagi semua orang – terutama mereka yang membawa luka, kelemahan dan beban.

Sajabat-sahabat semuanya, marilah kita bertanya pada diri kita sendiri hari ini: di manakah saya menempatkan diri pada di meja perjamuan hidup? Apakah saya mencari tempat yang pertama, atau apakah saya puas dengan tempat yang terakhir? Apakah saya menyambut mereka yang tidak dapat membalas saya, atau apakah saya lebih memilih mereka yang memberi saya rasa aman dan nyaman? Injil mengundang kita untuk bertobat, untuk berpindah dari kepentingan diri sendiri kepada kemurahan hati, dari kesombongan kepada kerendahan hati, dari pengucilan kepada penyambutan.

Pada akhirnya, upah kita bukanlah apa yang orang lain pikirkan tentang kita, atau pengakuan yang kita terima, tetapi pelukan Bapa yang memanggil kita sebagai anak-anak-Nya yang terkasih. Marilah kita berjalan di jalan kerendahan hati, membuka hati kita kepada mereka yang membutuhkan, dan menemukan kembali sukacita hidup yang dijalani sebagai anugerah. Dengan memilih tempat terakhir, kita akan menemukan diri kita yang paling dekat dengan Kristus, yang menjadikan segala sesuatu baru.

Tuhan, berikanlah kami hati yang rendah hati dan murah hati yang peduli akan kebutuhan orang lain.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *